tag:blogger.com,1999:blog-91515904882149698052024-03-05T09:48:10.531-08:00SURVEI DAN PEMETAANSMK TARUNA PEKANBARU
Jl. Rajawali Sakti Panam - Pekanbaruseptiadi muharizomhttp://www.blogger.com/profile/03715622877224874538noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-9151590488214969805.post-81967334506614785722011-04-13T07:52:00.000-07:002011-04-13T07:52:37.468-07:001000kata motivasiorang yang termisikn yg aku ketahuai adalah orang yang tak punya apa-apa kecuali uang.<br />
<br />
<br />
<br />
jangan pernah melakukan sesuatu ambisi yg melibihi suatu kemampuan museptiadi muharizomhttp://www.blogger.com/profile/03715622877224874538noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9151590488214969805.post-44104158421805512412010-12-03T07:11:00.000-08:002010-12-03T07:11:58.536-08:00topografiBerasal dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat dan graphi yang berarti menggambar. Peta topografi memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Peta topografi mengacu pada semua ciri-ciri permukaan bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alamiah atau buatan, yang dapat ditentukan pada posisi tertentu. Oleh sebab itu, dua unsur utama topografi adalah ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik (ukuran permukaan bidang datar). Peta topografi menyediakan data yang diperlukan tentang sudut kemiringan, elevasi, daerah aliran sungai, vegetasi secara umum dan pola urbanisasi. Peta topografi juga menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu kawasan tertentu dalam batas-batas skala.<br />
Peta topografi dapat juga diartikan sebagai peta yang menggambarkan kenampakan alam (asli) dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang benar. Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia<br />
PENGUKURAN TOPOGRAFI<br />
Pengumpulan data topografi terdiri dari beberapa teknik pengukuran, meliputi:<br />
pengukuran jarak<br />
pengukuran azimut (arah)<br />
pengukuran kemiringan lereng (helling)<br />
Ketiga komponen di atas diukur antara dua titik survei. Prosedur dilakukan sama<br />
untuk semua jenis pengukuran, baik pada baseline maupun jalur survei.<br />
Pengukuran Jarak<br />
Pengukuran Jarak Lapangan<br />
Jarak antara titik-titik di baseline atau panjang PU dalam ITSP atau jarak antar titik<br />
pada batas luar PUP diukur dengan pengukuran jarak lapangan. Sedangkan lebar<br />
jalur diukur dengan pengukuran jarak datar.<br />
Alat yang digunakan dalam pengukuran jarak adalah:<br />
Pita ukur atau meteran, dengan spesifikasi dan aturan pemakaian sebagai berikut:<br />
- Paling praktis panjang 30 m, dari material seperti kain (bukan plastik); material<br />
seperti ini bisa tahan digunakan untuk mengukur 1 - 2 petak, atau 100 - 150 ha<br />
pengukuran ITSP.<br />
- Pemakaian tali tidak menjamin ketepatan pengukuran jarak.<br />
- Pita ukur harus lurus dari titik satu ke titik lainnya, tarikan ± 5 kg; Apabila tidak<br />
bisa diukur dengan lurus antara kedua titik yang telah ditentukan tersebut maka<br />
dapat dibuat titik baru diantara kedua titik tersebut.<br />
- Paling praktis kalau meteran ditarik dengan ujung 0 di belakang; Apabila meteran<br />
berada pada jalur di sepanjang sisi PU waktu pencatatan posisi pohon, maka<br />
koordinat Y dapat dibaca dari meteran.<br />
- Tinggi meteran harus sama pada titik satu dan titik lainya saat pengukuran.<br />
Pengukuran Jarak datar<br />
Jarak datar dapat diukur dengan pita ukur dalam posisi horisontal.<br />
Pada lereng menurun ,ujung belakang pita ukur dipegang<br />
dekat permukaan tanah dan ujung depan dipegang setinggi seperlunya,<br />
hingga kedua ujung mencapai ketinggian yang sama. Pada lereng menanjak,<br />
cara pengukuran adalah kebalikannya .<br />
Pada lereng yang lebih terjal, jarak pengukuran horisontal sebaiknya jangan<br />
terlalu panjang.<br />
Hubungan geometris antara jarak lapangan dan jarak datar<br />
Rumus geometris:<br />
Dalam segitiga siku-siku, hubungan antara sisi dan sudut lancip adalah sebagai<br />
berikut:<br />
Sinα = b/c Cosα = a/c<br />
b = sinα * c a = cosα * c<br />
c = b/sinα c = a/cosα<br />
Tanα = b/a<br />
b/a = kemiringan dalam bentuk %/100<br />
Misalnya helling 10 % = 0.1<br />
A tan 0.1 = 5.71 derajat<br />
(tan 5.71 der = 0.1)<br />
α = 5.71 derajat<br />
Cotanα = a/b<br />
Jarak datar = jarak lapangan dikalikan dengan cos sudut kelerengan (dalam<br />
satuan derajat)<br />
Misalnya : Berapa meter jarak datar kalau jarak lapangan 22.8m dan lereng 57 %.?<br />
Lereng 57 % = 0.57; a tan 0.57 = 29.68 derajat<br />
Cos29.68 der = 0.868777<br />
Jarak datar = 22.8 m * 0.868777 = 19.81 m.<br />
Jarak lapangan = jarak datar dibagi dengan cos sudut kelerengan (dalam<br />
satuan derajat)<br />
Misalnya : Berapa meter jarak lapangan untuk 20 m jarak datar pada lereng 42 %?<br />
Lereng 42 % = 0.42; a tan 0.42 = 22.78 derajat<br />
Cos22.78 der = 0.92198<br />
Jarak lapangan = 20/0.92198 = 21.69 m.<br />
Jarak lapangan untuk jarak datar 20, 10 dan 1 meter dapat dilihat pada tabel<br />
Lampiran 1.<br />
Jarak diukur dan dicatat dengan ketepatan 0.1 meter (misalnya: ditulis 11.3 ,<br />
tidak perlu ditulis 11.30).<br />
Pengukuran Azimut<br />
Azimut atau arah diukur dengan kompas yang akurat (misalnya Suunto) dengan<br />
satuan derajat (satu putaran penuh adalah 360 derajat).<br />
Cara pembacaan azimut kompas<br />
• Uji mata untuk membaca azimut kompas<br />
Sebelum memulai pekerjaan, setiap cruiser harus mencoba cara apa yang paling<br />
sesuai untuk mengukur azimut. Cara uji mata pembacaan azimut kompas adalah<br />
sebagai berikut:<br />
1 Berdiri tetap di satu titik.<br />
2 Pegang kompas di atas punggung jari tangan, atau dengan jari jempol dan<br />
telunjuk tangan dalam posisi rata horisontal. Jangan menutupi kompas supaya<br />
sinar masuk tidak terhalang.<br />
3 Pilih benda yang berdiri lurus pada jarak 20-30 m sebagai sasaran, misalnya:<br />
pohon, tiang atau sudut rumah.<br />
4 Bidik kompas dengan mata kanan sambil mata kiri terbuka. Baca azimutnya.<br />
5 Ganti mata dalam posisi tidak bergeser. Baca azimutnya. Masih sama atau<br />
berbeda?<br />
6 Tetap dalam posisi yang sama. Tutup mata kiri dan baca azimut dengan mata<br />
kanan. Apakah azimutnya sama dengan bidikan dua mata terbuka ?<br />
7 Ganti mata. Tutup mata kanan dan baca azimut dengan mata kiri. Kemungkinan<br />
besar azimut sama dengan pembacaan azimuth sebelumnya.<br />
8 Umumnya cara pengambilan azimut kompas yang paling tepat adalah dengan<br />
pembidikan satu mata dengan menutup mata yang lainnya.<br />
9 Pilih dan pakai cara yang paling sesuai dan tepat untuk diri sendiri.<br />
Petunjuk lain dalam pengukuran azimut:<br />
1 Lihatlah angka-angka di piring kompas, ke arah mana angkanya membesar.<br />
Arah angka membesar berbeda antara kompas model biasa dengan model<br />
kompas prisma. Pada kompas model prisma, jendela berada didalam benjolan<br />
plastik di atas badan kompas.<br />
2 Apabila dalam satu survei dipakai lebih dari satu kompas maka periksa terlebih<br />
dahulu apakah azimut masing–masing kompas sama atau berbeda. Perbedaan<br />
ini menentukan cara pemakaiannya. Tentukan kompas penentu (hasil<br />
pembacaan azimut masing-masing kompas bisa berbeda 2 sampai 3 derajat)<br />
3 Kompasman harus bisa menentukan azimut secara tepat, pasti dan konsisten.<br />
Kalau ragu-ragu atau pembacaan kompas berbeda dari pagi ke sore, jangan<br />
melantiknya sebagai kompasman. Pembacaan kompas berbeda dari pagi ke<br />
sore. Jangan memilih ……..<br />
4 Waktu mengukur azimut di lereng yang terjal, ambil pohon yang lurus dekat<br />
patok titik ukur sebagai petunjuk ke atas atau ke bawah. Bisa juga memiringkan<br />
kompas ke atas atau kebawah tanpa mengubah arahnya (piring derajat tidak<br />
memutar sedikitpun).<br />
5 Azimut bisa dicek dengan arah balik apabila piring derajat kompas dilengkapi<br />
dengan angka azimut balik (lawan arah).<br />
6 Ketepatan pembacaan azimut dalam kerja rutin cukup 1 derajat; walaupun bisa<br />
dengan ketepatan ½ derajat. Ketepatan dapat ditingkatkan dengan memakai<br />
monopod [tongkat yang ditancap berdiri, kompas (atau klino) diletakkan atau<br />
diikat dengan baut di ujungnya (baut aluminium atau plastik, jangan baut besi<br />
yang bisa mengganggu kompas)].<br />
7 Karena bisa terjadi kesalahan pembacaan kompas apabila pekerja sudah lelah<br />
dan sinar di dalam hutan sudah mulai berkurang, terutama pada tegakan hutan<br />
yang rapat. Sebaiknya survei cukup dilakukan hingga jam 3 sore.<br />
Penyimpangan azimut dan akibatnya<br />
Pelebaran atau penyempitan jalur apabila ada penyimpangan azimut<br />
Pelebaran atau penyempitan jalur (=b) meter, pada jarak (=c)<br />
(=sin penyimpangan arah * jarak)<br />
Penyimpangan<br />
azimut,<br />
(derajat) 20 50 100 500 1000<br />
1 0.35 0.87 1.75 8.73 17.45<br />
2 0.70 1.74 3.49 17.45 34.90<br />
3 1.05 2.62 5.23 26.17 52.34<br />
4 1.40 3.49 6.98 34.88 69.76<br />
5 1.74 4.36 8.72 43.58 87.16<br />
Tabel ini membuktikan betapa pentingnya ketepatan pengukuran azimut dan pemeriksaan<br />
lebar jalur survei.<br />
Pengukuran kemiringan lereng (helling)<br />
Untuk mengukur kemiringan lereng dipakai alat klinometer (sering disebut klino).<br />
Sedang yang umum digunakan adalah merek Suunto.<br />
Dengan klinometer tersebut dapat diukur kemiringan lereng dalam satuan derajat<br />
(angka disebelah kiri) atau persen (angka disebelah kanan).<br />
Untuk ITSP, GIS memakai satuan persen. Dibaca dan dicatat dengan ketepatan 1<br />
persen.<br />
Helling diukur antara dua titik ukur pada jalur baseline atau jalur survei (=PU) ke arah<br />
depan (helling muka) dan dicatat dari titik ukur bernomor kecil ke titik ukur nomor<br />
lebih besar.<br />
Cara mengambil helling<br />
1 Berdiri di belakang patok titik ukur.<br />
2 Memegang klinometer<br />
• dengan bebas di atas punggung jari tangan; untuk membaca helling dapat<br />
pakai mata kiri atau kanan; tangan tidak menutupi pandangan ke depan dan<br />
tidak menghambat penerangan ke dalam klino; atau<br />
dengan tangan kanan antara jari jempol dan telunjuk; lihat dengan mata<br />
kanan lewat jendela klino, dan mata kiri melihat ke target di luar alat<br />
3 Letakkan pertengahan klino (lensa klino) setinggi pinggir atas perlak yang sudah<br />
dipasang pada patok titik ukur setinggi 1.4 meter dari tanah.<br />
4 Dengan dua mata terbuka; satu mata membidik lewat lensa klino dan mata<br />
kedua melihat ke perlak di depan.<br />
5 Setelah garis dalam alat menyatu dengan pinggir atas perlak di depan;<br />
pertahankan pada posisi ini dan baca angka persennya (di sebelah kanan pada<br />
roda angka dalam alat).<br />
6 Perhatikan tanda plus atau minus dan arah angka membesar. Hati-hati dengan<br />
angka yang dekat 0; minus atau plus.<br />
7 Tulislah angka persen segera di tally sheet pada kolom yang benar, kolom +<br />
atau -<br />
8 Tidak ada salahnya kalau hasil pengukuran helling diumumkan kepada rekan<br />
regu survei, kalau salah besar mungkin ada yang tidak setuju dan helling diukur<br />
ulang.<br />
<br />
Pengukuran helling kalau ada hambatan<br />
Apabila ada hambatan dalam pengukuran helling, misalnya ada batang kayu<br />
menggantung yang melintang pada arah pengambilan helling.<br />
Pengukuran helling dapat dilakukan dengan cara menembak lewat bawah hambatan<br />
tersebut asalkan tinggi alat sama dengan tinggi sasaran yang dibidik <br />
Petunjuk lain dalam pengukuran helling:<br />
1. Perlak sasaran harus tampak dengan jelas. Kalau terhalang oleh ranting atau<br />
daun maka sempurnakan rintisan. Kalau terhalang oleh bukit maka titik ukur<br />
harus dipindahkan, biasanya lebih dekat. Hal ini dapat dilihat pada <br />
JANGAN MENERKA-NERKA HELLING<br />
Dari segi ketepatan pengukuran helling, titik ukur harus berada pada:<br />
• di mana terjadi perubahan kemiringan dengan jelas<br />
• lereng landai menjadi terjal<br />
• di atas bukit (lereng naik berubah menjadi lereng turun)<br />
• di bawah lembah (lereng turun berubah menjadi lereng naik)<br />
• di pinggir sungai, anak sungai, alur air yang lebih dalam dari 2 m<br />
• azimut jalur berubah<br />
2. Latihlah diri sendiri mengecek hasil pengambilan helling dengan cara sebagai<br />
berikut:<br />
Setelah mengukur helling depan, dari titik depan tersebut ukur balik helling ke<br />
arah titik belakang.<br />
Pada umumnya angka helling minus cenderung dibaca lebih kecil<br />
daripada angka helling plus pada lereng yang sama (pada lereng lebih<br />
dari 30 %, perbedaan bisa menjadi 2-3 % antara pembidikan ke bawah dan<br />
pembidikan ke atas). Kesalahan pembacaan helling ini mengakibatkan error<br />
vertikal yang cukup besar pada jalur yang panjang (terutama pada baseline<br />
dengan panjang 3-5 km).<br />
3. Jangan membiarkan alat kompas dan klino bersentuhan pada waktu<br />
menggantung di leher. Letakkan dan simpan salah satunya di saku dada dan<br />
biarkan yang lain menggantung di leher; atau atur agar panjang talinya<br />
berbeda.<br />
Perhitungan ketinggian titik-titik survei dengan komputer dan kalkulator<br />
Kolum Data Formula komputer Formula<br />
kalkulator<br />
A, B, C, E Data lapangan dari tallysheet<br />
D Klino_der ATAN(E6/100)*180/PI() ATAN(E6/100)<br />
F Jarak_datar COS(D6*PI()/180)*C6 COSD6*C6<br />
G D_elevation<br />
Perbedaan elevasi<br />
E6/100*F6=TAN(D6*PI()/180)*F6 E6/100*F6<br />
H Ketinggian (elevasi) H5+G6 H5+G6<br />
α°<br />
Jarak datar a<br />
Jarak lapangan c<br />
b perbedaan tinggi<br />
Tanα = b/a<br />
b/a = kemiringan dalam bentuk %/100<br />
misalnya 10 % = 0.1<br />
a tan 0.1 = 5.71 derajat<br />
(tan 5.71 der = 0.1)<br />
b = tanα * a (=%/100 * a)<br />
1septiadi muharizomhttp://www.blogger.com/profile/03715622877224874538noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9151590488214969805.post-60303160749386597532010-11-26T07:52:00.000-08:002010-11-26T07:52:33.363-08:00PRAKTEK SURVEI SISWA KELAS 2SP<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiV-rBv91WKdtqzU4oHbRmlCHl6xbDT5k7C3GssvQLpj0I9YSbDNd39p25xbeN9pOaieGrsP1In_jFgk6qJDp4OJfquPsN0EDyTQ8tIUz8ygxcq1bIu3yxzu1-Oz9Sd8a3Ba2rilRmk9eI/s1600/Foto026.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiV-rBv91WKdtqzU4oHbRmlCHl6xbDT5k7C3GssvQLpj0I9YSbDNd39p25xbeN9pOaieGrsP1In_jFgk6qJDp4OJfquPsN0EDyTQ8tIUz8ygxcq1bIu3yxzu1-Oz9Sd8a3Ba2rilRmk9eI/s320/Foto026.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_JlQ1Oc7li4d4aJcCxiKq_nQfOEakobZyXIEEl7swGMHxwKGJ6T0S9wlm4HqugOdAj5kXV7ut_fDoriFkIxfaTFgJ8yvLGRg641RLw8KW50N1r7lPEaJOy829EdKtd48d3mzGDQs4rMw/s1600/Foto027.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_JlQ1Oc7li4d4aJcCxiKq_nQfOEakobZyXIEEl7swGMHxwKGJ6T0S9wlm4HqugOdAj5kXV7ut_fDoriFkIxfaTFgJ8yvLGRg641RLw8KW50N1r7lPEaJOy829EdKtd48d3mzGDQs4rMw/s320/Foto027.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUVkRVH1i7e7S4Dwt8NIlEYLW47zz9AldEPhOq2ECLO_nUZkMh1Dg-qtlByOtwNGCLfIRnlywRVFRnfcCEZHjzm1i5QwG2CRyCiFLJnwju50gQCwjbdpq_eq3spjDVvmTtlNWrQdClHB4/s1600/Foto035.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUVkRVH1i7e7S4Dwt8NIlEYLW47zz9AldEPhOq2ECLO_nUZkMh1Dg-qtlByOtwNGCLfIRnlywRVFRnfcCEZHjzm1i5QwG2CRyCiFLJnwju50gQCwjbdpq_eq3spjDVvmTtlNWrQdClHB4/s320/Foto035.jpg" width="320" /></a></div>septiadi muharizomhttp://www.blogger.com/profile/03715622877224874538noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9151590488214969805.post-29039240062491635192010-11-25T07:34:00.000-08:002010-11-25T07:34:37.242-08:00arsitektur by anaq bngsa of riau<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHJtqCYnM7TRO7REeg2H4QyEhTmG90CPMN-7_RuiauqPYuG2VWnLZIvlIKY1bh_1V6gxnDcgO-2ZU4lOfIjXK4gwxvqUHlDmu9NGLycpmJfHtixW_6QBdTsOI3bt9Od85rHlRGauxaKpk/s1600/arsitek.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHJtqCYnM7TRO7REeg2H4QyEhTmG90CPMN-7_RuiauqPYuG2VWnLZIvlIKY1bh_1V6gxnDcgO-2ZU4lOfIjXK4gwxvqUHlDmu9NGLycpmJfHtixW_6QBdTsOI3bt9Od85rHlRGauxaKpk/s1600/arsitek.jpg" /></a></div><blockquote><div style="text-align: center;"><span style="color: purple; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"> rumah jadu</span>l</div></blockquote><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBYAYbMmWuXSmqLxcijVKrKWeImTRw6CInZoLmfEe4Vd9a9mvYNgz9QpMcIh83ZxEZmbkPHCtj2j6YPm_oKHp_MT4-FR5Ra3lL_3LUEwkfKNkq2-7HHwNkvGYq__3qFAqj5E3aOipBfLM/s1600/as.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBYAYbMmWuXSmqLxcijVKrKWeImTRw6CInZoLmfEe4Vd9a9mvYNgz9QpMcIh83ZxEZmbkPHCtj2j6YPm_oKHp_MT4-FR5Ra3lL_3LUEwkfKNkq2-7HHwNkvGYq__3qFAqj5E3aOipBfLM/s1600/as.jpg" /></a></div><blockquote><div style="text-align: center;"> <span style="font-size: large;"><span style="color: #a64d79; font-family: Times,"Times New Roman",serif;">minimarket</span></span></div></blockquote><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivLOcZ6eRL2l-oK5e489Tf1VlnOg9GRjmIs_YooqCegnqUr67O3bUhOkJEUE7Ju2oZa8g2tRQtG1Xi269d3ZtA3vUZi0tnUAYoWm3qULZ7j1D-I-96Rst08MuWTjjVPHl1NIsbZFpQrGA/s1600/is.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivLOcZ6eRL2l-oK5e489Tf1VlnOg9GRjmIs_YooqCegnqUr67O3bUhOkJEUE7Ju2oZa8g2tRQtG1Xi269d3ZtA3vUZi0tnUAYoWm3qULZ7j1D-I-96Rst08MuWTjjVPHl1NIsbZFpQrGA/s1600/is.jpg" /></a></div><div style="text-align: center;">istiqlal of indonesia</div>septiadi muharizomhttp://www.blogger.com/profile/03715622877224874538noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9151590488214969805.post-23050811790692395312010-11-24T05:40:00.000-08:002010-11-24T05:40:37.811-08:00gambar survei pemetaan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEim_Cpses-wCzCBOzFMnDkEfQgV0uXEgiUabXcbNz39R8w3Ut3Dl1xnrhIdDonQ8PmTemxHCXfkIN289eCzrCmsnXvhlJYPE1Flfe9WD_9dzEx1IYFUEx0495UtZt3UR_z3VEW5nSQnpEw/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEim_Cpses-wCzCBOzFMnDkEfQgV0uXEgiUabXcbNz39R8w3Ut3Dl1xnrhIdDonQ8PmTemxHCXfkIN289eCzrCmsnXvhlJYPE1Flfe9WD_9dzEx1IYFUEx0495UtZt3UR_z3VEW5nSQnpEw/s1600/images.jpg" /></a></div>septiadi muharizomhttp://www.blogger.com/profile/03715622877224874538noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9151590488214969805.post-7526260975638910312010-11-24T05:21:00.000-08:002010-11-24T05:21:17.047-08:00survei pemetaan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6RYC2elaCe22Xnu_OJCeq6_1pkPIKaK_jc3S2c56l0go4US1pXjAMQD1Wqkg7s_buHpi3mn7aR2LCVADZnH0bYxIbvf9bcU_xMIou668nfnaKSDQVP1yOk_P9QrtMPVAaa19k6Oiytjs/s1600/Foto026.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6RYC2elaCe22Xnu_OJCeq6_1pkPIKaK_jc3S2c56l0go4US1pXjAMQD1Wqkg7s_buHpi3mn7aR2LCVADZnH0bYxIbvf9bcU_xMIou668nfnaKSDQVP1yOk_P9QrtMPVAaa19k6Oiytjs/s320/Foto026.jpg" width="320" /></a></div>Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 337<br />
12. Pengukuran Titik-titik Detail Metode Tachymetri<br />
Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan<br />
selain pengukuran kerangka dasar vertikal<br />
yang menghasilkan tinggi titik-titik ikat dan<br />
pengukuran kerangka dasar horizontal yang<br />
menghasilkan koordinat titik-titik ikat juga<br />
perlu dilakukan pengukuran titik-titik detail<br />
untuk menghasilkan titik-titik detail yang<br />
tersebar di permukaan bumi yang<br />
menggambarkan situasi daerah<br />
pengukuran.<br />
Pengukuran titik-titik detail dilakukan<br />
sesudah pengukuran kerangka dasar<br />
vertikal dan pengukuran kerangka dasar<br />
horizontal dilakukan. Pengukuran titik-titik<br />
detail mempunyai orde ketelitian lebih<br />
rendah dibandingkan orde pengukuran<br />
kerangka dasar.<br />
Pengukuran titik-titik detail dengan metode<br />
tachymetri pada dasarnya dilakukan dengan<br />
menggunakan peralatan dengan teknologi<br />
lensa optis dan elektronis digital.<br />
Dalam pengukuran titik-titik detail pada<br />
prinsipnya adalah menentukan koordinat<br />
dan tinggi titik –titik detail dari titik-titik ikat.<br />
Pengukuran titik-titik detail pada dasarnya<br />
dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu<br />
offset dan tachymetri.<br />
Metode offset menggunakan peralatan<br />
sederhana, seperti pita ukur, jalon, meja<br />
ukur, mistar, busur derajat, dan lain<br />
sebagainya. Metode tachymetri<br />
menggunakan peralatan dengan teknologi<br />
lensa optis dan elektronis digital.<br />
Pengukuran metode tachymetri mempunyai<br />
keunggulan dalam hal ketepatan dan<br />
kecepatan dibandingkan metode offset.<br />
Pengukuran tiitk-titik detail metode<br />
tachymetri ini relatif cepat dan mudah<br />
karena yang diperoleh dari lapangan adalah<br />
pembacaan rambu, sudut horizontal<br />
(azimuth magnetis), sudut vertikal (zenith<br />
atau inklinasi) dan tinggi alat. Hasil yang<br />
diperoleh dari pengukuran tachymetri<br />
adalah posisi planimetris X, Y, dan<br />
ketinggian Z.<br />
12.1.1 Sejarah Tachymetri<br />
“Metode Stadia” yang disebut “Tachymetri”<br />
di Eropa, adalah cara yang cepat dan<br />
efisien dalam mengukur jarak yang cukup<br />
teliti untuk sipat datar trigonometri,<br />
beberapa poligon dan penentuan lokasi<br />
detail-detail fotografi. Lebih lanjut, di dalam<br />
metode ini cukup dibentuk regu 2 atau 3<br />
orang, sedangkan pada pengukuran<br />
dengan transit dan pita biasanya diperlukan<br />
3 atau 4 orang.<br />
Stadia berasal dari kata Yunani untuk<br />
satuan panjang yang asal-mulanya<br />
12. 1. Tujuan pengukuran titiktitik<br />
detail metode<br />
tachymetri<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 338<br />
diterapkan dalam pengukuran jarak-jarak<br />
untuk pertandingan atletik – dari sinilah<br />
muncul kata “stadium (stadio) ” dalam<br />
pengertian modern. Kata ini menyatakan<br />
600 satuan Yunani (sama dengan “feet”),<br />
atau 606 ft 9 in dalam ketentuan Amerika<br />
sekarang.<br />
Istilah stadia sekarang dipakai untuk benang<br />
silang dan rambu yang dipakai dalam<br />
pengukuran, maupun metodenya sendiri.<br />
Pembacaan optis (stadia) dapat dilakukan<br />
dengan transit, theodolite, alidade dan alat<br />
sipat datar.<br />
Peralatan stasiun kota yang baru,<br />
menggabungkan theodolite, EDM, dan<br />
kemampuan mencatat-menghitung hingga<br />
reduksi jarak lereng secara otomatis dan<br />
sudut vertikal. Yang dihasilkan adalah<br />
pembacaan jarak horizontal dan selisih<br />
elevasi, bahkan koordinat. Jadi peralatan<br />
baru tadi dapat memperkecil regu lapangan<br />
dan mengambil alih banyak proyek<br />
tachymetri. Namun demikian, prinsip<br />
pengukuran tachymetri dan metodenya<br />
memberikan konsepsi-konsepsi dasar dan<br />
sangat mungkin dipakai terus menerus.<br />
12.1.2 Pengenalan Tachymetri<br />
Pengukuran titik-titik detail dengan metode<br />
Tachymetri ini adalah cara yang paling<br />
banyak digunakan dalam praktek, terutama<br />
untuk pemetaan daerah yang luas dan<br />
untuk detail-detail yang bentuknya tidak<br />
beraturan. Untuk dapat memetakan dengan<br />
cara ini diperlukan alat yang dapat<br />
mengukur arah dan sekaligus mengukur<br />
jarak, yaitu Teodolite Kompas atau BTM<br />
(Boussole Tranche Montage). Pada alatalat<br />
tersebut arah-arah garis di lapangan<br />
diukur dengan jarum kompas sedangkan<br />
untuk jarak digunakan benang silang<br />
diafragma pengukur jarak yang terdapat<br />
pada teropongnya. Salah satu theodolite<br />
kompas yang banyak digunakan misalnya<br />
theodolite WILD TO.<br />
Tergantung dengan jaraknya, dengan cara<br />
ini titik-titik detail dapat diukur dari titik<br />
kerangka dasar atau dari titik-titik penolong<br />
yang diikatkan pada titik kerangka dasar.<br />
12.1.3 Pengukuran tachymetri untuk<br />
titik bidik horizontal<br />
Selain benang silang tengah, diafragma<br />
transit atau theodolite untuk tachymetri<br />
mempunyai dua benang horizontal<br />
tambahan yang ditempatkan sama jauh dari<br />
tengah (gambar 22). Interval antara benang<br />
– benang stadia itu pada kebanyakan<br />
instrumen memberikan perpotongan vertikal<br />
1 ft pada rambu yang dipasang sejauh 100<br />
ft ( 1 m pada jarak 100 m ). Jadi jarak ke<br />
rambu yang dibagi secara desimal dalam<br />
feet, persepuluhan dan perseratusan dapat<br />
langsung dibaca sampai foot terdekat. Ini<br />
sudah cukup seksama untuk menentukan<br />
detail-detail fotografi, seperti; sungai,<br />
jembatan, dan jalan yang akan digambar<br />
pada peta dengan skala lebih kecil daripada<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 339<br />
A<br />
D<br />
b'<br />
a'<br />
b<br />
a<br />
i<br />
R<br />
B<br />
m<br />
f<br />
c f d<br />
C<br />
f1 d f2<br />
Prinsip tachymetri; teropong pumpunan luar<br />
1 in = 100 ft, dan kadang-kadang untuk<br />
skala lebih besar misalnya; 1 in = 50 ft.<br />
Gambar 321. Prinsip tachymetri<br />
Metode tachymetri didasarkan pada prinsip<br />
bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi<br />
yang sepihak adalah sebanding. Pada<br />
gambar 321, yang menggambarkan<br />
teropong pumpunan-luar, berkas sinar dari<br />
titik A dan B melewati pusat lensa<br />
membentuk sepasang segitiga sebangun<br />
AmB dan amb. Dimana ; AB = R adalah<br />
perpotongan rambu (internal stadia) dan ab<br />
adalah selang antara benang-benang<br />
stadia.<br />
Simbol-simbol baku yang dipakai dalam<br />
pengukuran tachymetri :<br />
f = jarak pumpun lensa (sebuah tatapan<br />
untuk gabungan lensa objektif<br />
tertentu). Dapat ditentukan dengan<br />
pumpunan pada objek yang jauh dan<br />
mengukur jarak antara pusat lensa<br />
objektif (sebenarnya adalah titik<br />
simpul dengan diafragma), (jarak<br />
pumpun = focal length).<br />
f1 = jarak bayangan atau jarak dari pusat<br />
(titik simpul) lensa obyektif ke bidang<br />
benang silang sewaktu teropong<br />
terpumpun pada suatu titik tertentu.<br />
F2 = jarak obyek atau jarak dari pusat (titik<br />
simpul) dengan titik tertentu sewaktu<br />
teropong terpumpun pada suatu titik<br />
itu. Bila f2 tak terhingga atau amat<br />
besar, maka f1 = f.<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 340<br />
i. = selang antara benang – benang<br />
Stadia.<br />
f/i .= faktor penggali, biasanya 100 (stadia<br />
interval factor).<br />
c = jarak dari pusat instrumen (sumbu I)<br />
ke pusat lensa obyektif. Harga c<br />
sedikit beragam sewaktu lensa<br />
obyektif bergerak masuk atau keluar<br />
untuk pembidikan berbeda, tetapi<br />
biasa dianggap tetapan.<br />
C = c + f. C disebut tetapan stadia,<br />
walaupun sedikit berubah karena c<br />
d. = jarak dari titik pumpun di depan<br />
teropong ke rambu.<br />
D = C + d = jarak dari pusat instrumen ke<br />
permukaan rambu<br />
Dari gambar 321, didapat :<br />
f<br />
d<br />
=<br />
i.<br />
R<br />
atau d = R<br />
i<br />
f<br />
dan D = R<br />
i<br />
f<br />
+ C<br />
Benang-benang silang jarak optis tetap<br />
pada transit, theodolite, alat sipat datar dan<br />
dengan cermat diatur letaknya oleh pabrik<br />
instrumennya agar faktor pengali f/i. Sama<br />
dengan 100. Tetapan stadia C berkisar dari<br />
kira-kira 0,75 sampai 1,25 ft untuk teropongteropong<br />
pumpunan luar yang berbeda,<br />
tetapi biasanya dianggap sama dengan 1 ft.<br />
Satu-satunya variabel di ruas kanan<br />
persamaan adalah R yaitu perpotongan R<br />
adalah 4,27 ft, jarak dari instrumen ke<br />
rambu adalah 427 + 1 = 428 ft.<br />
Yang telah dijelaskan adalah teropong<br />
pumpunan luar jenis lama, karena dengan<br />
gambar sederhana dapat ditunjukkan<br />
hubungan-hubungan yang benar. Lensa<br />
obyektif teropong pumpunan dalam (jenis<br />
yang dipakai sekarang pada instrumen ukur<br />
tanah) mempunyai kedudukan terpasang<br />
tetap sedangkan lensa pumpunan negatif<br />
dapat digerakkan antara lensa obyektif dan<br />
bidang benang silang untuk mengubah arah<br />
berkas sinar. Hasilnya, tetapan stadia<br />
menjadi demikian kecil sehingga dapat<br />
dianggap nol.<br />
Benang stadia yang menghilang dulu<br />
dipakai pada beberapa instrumen lama<br />
untuk menghindari kekacauan dengan<br />
benang tengah horizontal. Diafragma dari<br />
kaca yang modern dibuat dengan garisgaris<br />
stadia pendek dan benang tenaga<br />
yang penuh (gambar 2) memberikan hasil<br />
yang sama secara lebih berhasil guna.<br />
Faktor pengali harus ditentukan pada<br />
pertama kali instrumen yang dipakai,<br />
walaupun harga tepatnya dari pabrik yang<br />
ditempel di sebelah dalam kotak pembawa<br />
tak akan berubah kecuali benang silang,<br />
diafragma, atau lensa-lensa diganti atau<br />
diatur pada model-model lama.<br />
Untuk menentukan faktor pengali,<br />
perpotongan rambu R dibaca untuk bidikan<br />
horizontal berjarak diketahui sebesar D.<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 341<br />
Kemudian, pada bentuk lain persamaan<br />
faktor pengali adalah f/i.= (D-C)/R.<br />
Sebagai contoh:<br />
Pada jarak 300,0 ft interval rambu terbaca<br />
3,01. Harga-harga untuk f dan c terukur<br />
sebesar 0,65 dan 0,45 ft berturut-turut;<br />
karenanya, C =1,1 ft. Kemudian f/i. = (300,0<br />
–1,1)/3,01 = 99,3. Ketelitian dalam<br />
menentukan f/i. Meningkat dengan<br />
mengambil harga pukul rata dari beberapa<br />
garis yang jarak terukurnya berkisar dari <br />
100–500 ft dengan kenaikan tiap kali 100 ft.<br />
12.1.4 Pengukuran tachymetri untuk<br />
bidikan miring<br />
Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah<br />
dengan garis bidik miring karena adanya<br />
keragaman topografi, tetapi perpotongan<br />
benang stadia dibaca pada rambu tegak<br />
lurus dan jarak miring direduksi menjadi<br />
jarak horizontal dan jarak vertikal.<br />
Pada gambar, sebuah transit dipasang<br />
pada suatu titik dan rambu dipegang pada<br />
titik tertentu. Dengan benang silang tengah<br />
dibidikkan pada rambu ukur sehingga tinggi<br />
t sama dengan tinggi theodolite ke tanah.<br />
sudut vertikalnya (sudut kemiringan)<br />
terbaca sebesar . Perhatikan bahwa<br />
dalam pekerjaan tachymetri tinggi<br />
instrumen adalah tinggi garis bidik diukur<br />
dari titik yang diduduki (bukan TI, tinggi di<br />
atas datum seperti dalam sipat datar)<br />
m = sudut miring.<br />
Beda tinggi = D HAB = 50 ´ (BA – BB) .<br />
sin 2m + i – t; t = BT<br />
Jarak datar = dAB = 100´(BA – BB)<br />
cos2m<br />
Gambar 322. Sipat datar optis luas<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 342<br />
Tabel-tabel, diagram, mistar hitung khusus,<br />
dan kalkulator elektronik telah dipakai oleh<br />
para juru ukur untuk memperoleh<br />
penyelesaiannya. Dalam Apendiks E<br />
memuat jarak-jarak horizontal dan vertikal<br />
untuk perpotongan rambu 1 ft dan sudutsudut<br />
vertikal dari 0 sampai 16, 74 sampai<br />
90, dan 90 sampai 106 untuk<br />
pembacaan-pembacaan dari zenit).<br />
Sebuah tabel tak dikenal harus selalu<br />
diselidiki dengan memasukkan harga-harga<br />
di dalamnya yang akan memberikan hasil<br />
yang telah diketahui. Sebagai contoh; sudutsudut<br />
1, 10 dan 15 dapat dipakai untuk<br />
mengecek hasil-hasil memakai tabel.<br />
Misalnya sebuah sudut vertikal 1500’<br />
(sudut zenit 75), perpotongan rambu 1,00 ft<br />
dan tetapan stadia 1ft, diperoleh hasil-hasil<br />
sebagai berikut.<br />
Dari tabel E-1:<br />
H = 93,30 x 1,00 +1 = 94,3 atau 94 ft<br />
Contoh :<br />
untuk sudut sebesar 416’, elevasi M adalah<br />
268,2 ft ; t.i. = EM = 5,6; perpotongan rambu<br />
AB = R = 5,28 ft; sudut vertikal a ke titik D<br />
5,6 ft pada rambu adalah +416’; dan C = 1<br />
ft. Hitunglah jarak H, beda elevasi V dan<br />
elevasi titik O.<br />
Penyelesaian :<br />
Untuk sudut 1416’(sudut zenith 8544’) dan<br />
perpotongan rambu 1 ft, jarak-jarak<br />
horizontal dan vertikal berturut-turut adalah<br />
99,45 dan 7,42 ft. Selanjutnya…<br />
H = (99,45 x 5,28) + 1 = 526 ft<br />
V =(7,42 x 5,28)-0,08 =39,18+0,08 = 39,3 ft<br />
Elevasi titik O adalah<br />
Elevasi O = 268,2 + 5,6 + 39,3 – 5,6<br />
= 307,5 ft<br />
Rumus lengkap untuk menentukan selisih<br />
elevasi antara M dan O adalah<br />
Elevo- elevM = t.i. + V – pembacaan<br />
rambu<br />
Keuntungan bidikan dengan pembacaan<br />
sebesar t.i agar terbaca sudut vertikal,<br />
sudah jelas. Karena pembacaan rambu dan<br />
t.i berlawanan tanda, bila harga mutlaknya<br />
sama akan saling menghilangkan dan<br />
dapat dihapuskan dari hitungan elevasi.<br />
Jika t.i tak dapat terlihat karena terhalang,<br />
sembarang pembacaan rambu dapat dibidik<br />
dan persamaan sebelumnya dapat dipakai.<br />
Memasang benang silang tengah pada<br />
tanda satu foot penuh sedikit di atas atau di<br />
bawah t.i menyederhanakan hitungannya.<br />
Penentuan beda elevasi dengan tachymetri<br />
dapat dibandingkan dengan sipat datar<br />
memanjang t.i. sesuai bidikan plus, dan<br />
pembacaan rambu sesuai bidikan minus.<br />
Padanya ditindihkan sebuah jarak vertikal<br />
yang dapat plus atau minus, tandanya<br />
tergantung pada sudut kemiringan. Pada<br />
bidikan-bidikan penting ke arah titik-titik dan<br />
patok-patok kontrol, galat-galat instrumental<br />
akan dikurangi dengan prosedur lapangan<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 343<br />
yang baik menggunakan prinsip timbal balik<br />
yaitu, membaca sudut–sudut vertikal<br />
dengan kedudukan teropong biasa dan luar<br />
biasa.<br />
Pembacaan langsung pada rambu dengan<br />
garis bidik horizontal (seperti pada sipat<br />
datar), bukan sudut vertikal, dikerjakan bila<br />
keadaan memungkinkan untuk<br />
menyederhanakan reduksi catatan-catatan.<br />
Tinjauan pada suatu tabel menunjukkan<br />
bahwa untuk sudut-sudut vertikal di bawah<br />
kira-kira 4, selisih antara jarak mirng dan<br />
jarak horizontal dapat diabaikan kecuali<br />
pada bidikan jauh (dimana galat pembacaan<br />
jarak juga lebih besar).<br />
Dengan demikian teropong boleh miring<br />
beberapa derajat untuk pembacaan jarak<br />
optis setelah membuat bidikan depan yang<br />
datar untuk memperoleh sudut vertikal.<br />
12.1.5 Rambu tachymetri<br />
Berbagai jenis tanda dipakai pada rambu<br />
tachymetri tetapi semua mempunyai bentukbentuk<br />
geometrik yang menyolok dirancang<br />
agar jelas pada jarak jauh. Kebanyakan<br />
rambu tachymetri telah dibagi menjadi feet<br />
dan persepuluhan (perseratusan diperoleh<br />
dengan interpolasi), tetapi pembagian skala<br />
sistem metrik sedang menjadi makin umum.<br />
Warna-warna berbeda membantu<br />
membedakan angka-angka dan pembagian<br />
skala.<br />
Rambu-rambu tachymetri biasa berbentuk<br />
satu batang, lipatan atau potonganpotongan<br />
dengan panjang 10 atau 12 ft.<br />
kalau dibuat lebih panjang dapat<br />
meningkatkan jarak bidik tetapi makin berat<br />
dan sulit ditangani. Seringkali bagian<br />
bawah satu atau dua dari rambu 12 ft akan<br />
terhalang oleh rumput atau semak, tinggal<br />
sepanjang hanya 10 ft yang kelihatan.<br />
Panjang bidikan maksimum dengan<br />
demikian adalah kira-kira 1000 ft. Pada<br />
bidikan yang lebih jauh, setengah interval<br />
(perpotongan antara benang tengan<br />
dengan benang stadia atas atau bawah)<br />
dapat dibaca dan dilipatgandakan untuk<br />
dipakai dalam persamaan reduksi<br />
tachymetri yang baku. Bila ada benang<br />
perempatan antara benang tengah dengan<br />
benang stadia atas, secara teoritis dapat<br />
ditaksir jarak sejauh hampir 4000 ft. Pada<br />
bidikan pendek, mungkin sampai 200 ft,<br />
rambu sipat datar biasa seperti jenis<br />
philania sudah cukup memuaskan.<br />
12.1.6 Busur Beaman<br />
Busur beaman adalah sebuah alat yang<br />
ditempatkan pada beberapa transit dan<br />
alidade untuk memudahkan hitunganhitungan<br />
tachymetri. Alat ini dapat<br />
merupakan bagian dari lingkaran vertikal<br />
atau sebuah piringan tersendiri. Skala-skala<br />
H dan V busur itu dibagi dalam persen.<br />
Skala V menunjukkan selisih elevasi tiap<br />
100 f jarak lereng, sedangakn skala H<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 344<br />
memberikan koreksi tiap 100 ft untuk<br />
dikurangkan dari jarak tachymetri. Karena V<br />
berbanding lurus dengan ½ sin 2 dan<br />
koreksi untuk H tergantung pada sin2 ,<br />
selang-selang pembagian skala makin rapat<br />
bila sudut vertikal meningkat. Oleh karena<br />
itu nonius tidak dapat dipakai disini, dan<br />
pembacaan tepat hanya dapat dilakukan<br />
dengan memasang busur pada pembacaan<br />
angka bulat.<br />
Penunjuk skala V (indeks) terpasang agar<br />
terbaca 50 (mungkin 30 atau 100 pada<br />
beberapa instrumen) bila teropong<br />
horizontal untuk menghindari harga-harga<br />
minus. Pembacaan lebih besar dari pada 50<br />
diperoleh untuk bidikan-bidikan di atas<br />
horizon, lebih kecil dari 50 di bawahnya.<br />
Ilmu hitung yang diperlukan dalam<br />
pemakaian busur beaman disederhanakan<br />
dengan memasang skala V pada sebuah<br />
angka bulat dan membiarkan benang silang<br />
tengah terletak di tempat dekat t.i. Skala H<br />
Kemudian umumnya tak akan terbaca pada<br />
angka bulat dan harga-harganya harus<br />
diinterpolasi. Ini penting karena hitungannya<br />
tetap sederhana.<br />
Elevasi sebuah titik B yang dibidik dengan<br />
transit terpasang di titik A didapat dengan<br />
rumus :<br />
Elev B = elev A + t.i. + (pembacaan busur<br />
– 50) ( perpotongan rambu) – pembacaan<br />
rambu dengan benang tengah<br />
Instrumen-instrumen lain mempunyai busur<br />
serupa disebut lingkaran stadia dengan<br />
skala V yang sama, tetapi skala H tidak<br />
memberikan koreksi presentase melainkan<br />
sebuah pengali (multiplier)<br />
12.1.7 Tachymetri swa-reduksi<br />
Tachymetri swa-reduksi dan alidade telah<br />
dikembangkan dimana garis-garis lengkung<br />
stadia nampak bergerak memisah atau<br />
saling mendekat sewaktu teropong diberi<br />
elevasi atau junam. Sebenarnya garis-garis<br />
itu digoreskan pada sebuah piringan kaca<br />
yang berputar mengelilingi sebuah rambu<br />
(terletak di luar teropong) sewaktu teropong<br />
dibidikkan ke sasaran.<br />
Pada gambar dibawah garis-garis atas dan<br />
bawah (dua garis luar) melengkung untuk<br />
menyesuaikan dengan keragaman dalam<br />
fungsi trigonometri cos2 dan dipakai untuk<br />
pengukuran jarak. Dua garis dalam<br />
menentukan selisih elevasi dan<br />
melengkung untuk menggambarkan fungsi<br />
sin cos . Sebuah garis vertikal, tanda<br />
silang tengah, dan garis-garis stadia<br />
pendek merupakan tanda pada piringan<br />
gelas kedua yang terpasang tetap,<br />
terumpun serentak dengan garis-garis<br />
lengkung.<br />
Sebuah tetapan faktor pengali 100 dipakai<br />
untuk jarak horizontal. Faktor 20, 50, atau<br />
100 diterapkan pada pengukuran beda<br />
tinggi. Harganya tergantung pada sudut<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 345<br />
lereng dan ditunjukkan oleh garis-garis<br />
pendek ditempatkan antara kurva-kurva<br />
elevasi.<br />
Tachymetri diagram lainnya pada dasarnya<br />
bekerja atas bekerja atas prinsip yang<br />
sama: Sudut vertikal secara otomatis<br />
dipampas oleh pisahan garis stadia yang<br />
beragam. Sebuah tachymetri swa-reduksi<br />
memakai sebuah garis horizontal tetap pada<br />
sebuah diafragma dan garis horizontal<br />
lainnya pada diafragma kedua yang dapat<br />
bergerak, yang bekerja atas dasar<br />
perubahan sudut vertikal. Kebanyakan<br />
alidade planset memakai suatu jenis<br />
prosedur reduksi tachymetri.<br />
Sebuah rambu topo khusus yang berkaki<br />
dapat dipanjangkan dengan angka nol<br />
terpasang pada t.i. biasanya dianjurkan<br />
untuk dipakai agar instrumen tachymetri<br />
sepenuhnya swa-baca.<br />
12.1.8 Prosedur Lapangan<br />
Prosedur yang benar menghemat waktu dan<br />
mengurangi sejumlah kesalahan dalam<br />
semua pekerjaan ukur tanah.<br />
Prosedur ini menyebabkan pemegang<br />
instrumen dapat membuat sibuk sekaligus<br />
dua atau tiga petugas rambu di tanah<br />
terbuka di mana titik-titik yang akan<br />
ditetapkan lokasinya terpisah jauh. Urutan<br />
yang sama dapat dipakai bila menggunakan<br />
busur Beaman, tetapi pada langkah 4 skala<br />
V ditepatkan pada sebuah angka bulat, dan<br />
pada langkah 7 pembacaan-pembacaan<br />
skala-H dan skala-V dicatat.<br />
Sewaktu membaca jarak optis setelah<br />
benang bawah ditempatkan pada sebuah<br />
tanda foot bulat, benang tengah tidak tepat<br />
pada t.i. atau pembagian skala terbaca<br />
untuk sudut vertikal. Ini biasanya tidak<br />
menyebabkan galat yang berarti dalam<br />
proses reduksi kecuali pada bidikan-bidikan<br />
panjang dan sudut-sudut vertikal curam.<br />
Bila rambu tidak tegak lurus tentu saja akan<br />
menyebabkan galat-galat yang berarti dan<br />
untuk mengatasi masalah ini dipakai nivo<br />
rambu.<br />
Urutan pembacaan yang paling sesuai<br />
untuk pekerjaan tachymetri yang<br />
melibatkan sudut vertikal adalah sebagai<br />
berikut :<br />
a. Bagi dua rambu dengan benang<br />
vertikal.<br />
b. Dengan benang tengah kira-kira t.i.<br />
letakkan benang bawah pada tanda<br />
sebuah foot bulat, atau desimeter pada<br />
rambu metrik.<br />
c. Baca benang atas, dan di luar kepala<br />
kurangkan pembacaan benang bawah<br />
untuk memperoleh perpotongan rambu,<br />
catat perpotongan rambu.<br />
d. Gerakan benang tengah ke t.i. dengan<br />
memakai sekrup penggerak halus<br />
vertikal.<br />
e. Perintahkan pemegang rambu untuk<br />
pindah titik ke berikutnya dengan<br />
tenggara yang benar.<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 346<br />
f. Baca dan catatlah sudut horizontalnya.<br />
Baca dan catatlah sudut vertikalnya.<br />
12.1.9 Poligon Tachymetri<br />
Dalam poligon transit-optis, jarak, sudut<br />
horizontal dan sudut vertikal diukur pada<br />
setiap titik. Reduksi catatan sewaktu<br />
pengukuran berjalan menghasilkan elevasi<br />
untuk dibawa dari patok ke patok. Harga<br />
jarak optis rata-rata dan selisih elevasi<br />
diperoleh dari bidikan depan dan belakang<br />
pada tiap garis. Pengecekan elevasi harus<br />
diadakan dengan jalan kembali ke titik awal<br />
atau tititk tetap duga didekatnya untuk<br />
poligon terbuka. Walaupun tidak seteliti<br />
poligon dengan pita, sebuah regu yang<br />
terdiri atas tiga anggota seorang pemegang<br />
instrumen, pencatat, dan petugas rambumerupakan<br />
kebiasaan. Seorang petugas<br />
rambu dapat mempercepat pekerjaan bila<br />
banyak detail tersebar luas.<br />
Sudut-sudut horizontal juga harus dicek<br />
kesalahan penutupnya. Bila ada kesalahan<br />
penutup sudut harus diratakan, Y dan X<br />
dihitung dan keseksamaan poligon dicek.<br />
12.1.10 Topografi<br />
Metode tachymetri itu paling bermanfaat<br />
dalam penentuan lokasi sejumlah besar<br />
detail topografik, baik horizontal maupun<br />
vetikal, dengan transit atau planset. Di<br />
wilayah-wilayah perkotaan, pembacaan<br />
sudut dan jarak dapat dikerjakan lebih cepat<br />
daripada pencatatan pengukuran dan<br />
pembuatan sketsa oleh pencatat.<br />
12.1.11 Sipat Datar Tachymetri<br />
Metode tachymetri dapat dipakai untuk<br />
sipat datar trigonometris. TI ( tinggi<br />
instrumen di atas datum) ditentukan dengan<br />
membidik pada stasiun yang diketahui<br />
elevasinya, atau dengan memasang<br />
instrumen pada titik semacam itu dan<br />
mengukur tinggi sumbu II di atasnya<br />
dengan rambu tachymetri. Selanjutnya<br />
elevasi titik sembarang dapat dicari dengan<br />
hitungan dari perpotongan rambu dan sudut<br />
vertikal. Jika dikehendaki dapat dilakukan<br />
untai sipat datar untuk menetapkan dan<br />
mengecek elevasi dua titik atau lebih.<br />
12.1.12 Kesaksamaan (Precision)<br />
Sebuah perbandingan galat (ratio or error)<br />
1/300 sampai 1/500 dapat diperoleh untuk<br />
poligon transit-optis yang dilaksanakan<br />
dengan kecermatan biasa dan pembacaan<br />
baik bidikan depan dan bidikan belakang.<br />
Ketelitian dapat lebih baik jika bidikanbidikan<br />
pendek pada poligon panjang<br />
dengan prosedur-prosedur khusus. Galatgalat<br />
dalam pekerjaan tachymetri biasanya<br />
bukan karena sudut-sudut tidak benar tetapi<br />
karena pembacaan rambu yang kurang<br />
benar. Galat 1 menit pada pembacaan<br />
rambu sebuah sudut vertikal tidak<br />
memberikan pengaruh yang berarti pada<br />
jarak horizontal. Galat 1 menit tadi<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 347<br />
menyebabkan selisih elevasi kurang dari 0,1<br />
ft pada bidikan 300 ft untuk sudut-sudut<br />
vertikal ukuran biasa.<br />
Bila jarak optis ditentukan sampai foot<br />
terdekat (kasus umum), sudut-sudut<br />
horizontal ke titik-titik topografi hanya perlu<br />
dibaca sampai batas 5 atau 6 menit untuk<br />
memperoleh kesaksamaan yang sebanding<br />
pada bidikan 300 ft. Jarak optis yang<br />
diberikan sampai foot terdekat dianggap<br />
benar sampai batas kira-kira ½ ft. Dengan<br />
galat jarak memanjang ½ ft itu, arahnya<br />
dapat menyimpang sebesar 5 menit (mudah<br />
dihitung dengan 1 menit = 0.00029). Bila<br />
dipakai transit Amerika, karenanya sudutsudut<br />
dapat dibaca tanpa nonius, hanya<br />
dengan mengira kedudukan penunjuk<br />
nonius.<br />
Ketelitian sipat datar trigonometris dengan<br />
jarak optis tergantung pada panjang bidikan<br />
dan ukuran sudut vertiak yang diperlukan.<br />
12.1.13 Sumber-sumber galat dalam<br />
pekerjaan tachymetri<br />
Galat-galat yang terjadi pada pekerjaan<br />
dengan transit dan theodolitee, juga terjadi<br />
pada pekerjaan tachymetri.<br />
Sumber-sumber galat adalah :<br />
a. Galat-galat instrumental<br />
Benang tachymetri yang jaraknya<br />
tidak benar.<br />
Galat indeks.<br />
Pembagian skala rambu yang tidak<br />
benar.<br />
Garis bidik transit tidak sejajar garis<br />
arah nivo teropong.<br />
b. Galat-galat pribadi<br />
Rambu tak dipegang tegak (hindari<br />
dengan pemakaian nivo rambu).<br />
Salah pembacaan rambu karena<br />
bidikan jauh.<br />
Kelalaian mendatarkan untuk<br />
pembacaan busur vertikal.<br />
Kebanyakan galat dalam pekerjaan<br />
tachymetri dapat dihilangkan dengan:<br />
a. Menggunakan instrumen dengan benar<br />
b. Membatasi panjang bidikan<br />
c. Memakai rambu dan nivo yang baik<br />
d. Mengambil harga rata-rata pembacaan<br />
dalam arah ke depan dan ke belakang.<br />
Galat garis bidik tidak dapat dibetulkan<br />
dengan prosedur lapangan instrumen harus<br />
diatur.<br />
12.1.14 Kesalahan – kesalahan besar<br />
Beberapa kesalahan yang biasa terjadi<br />
dalam pekerjaan tachymetri adalah :<br />
a. Galat indeks diterapkan dengan tanda<br />
yang salah.<br />
b. Kekacauan tanda plus dan minus pada<br />
sudut-sudut vertikal.<br />
c. Kesalahan aritmetik dalam menghitung<br />
perpotongan rambu.<br />
d. Pemakaian faktor pengali yang tidak<br />
benar.<br />
e. Mengayunkan rambu (rambu harus<br />
selalu dipegang tegak lurus).<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 348<br />
12.1.15 Pengukuran untuk pembuatan<br />
peta topografi cara tachymetri<br />
Salah satu unsur penting pada peta<br />
topografi adalah unsur ketinggian yang<br />
biasanya disajikan dalam bentuk garis<br />
kontur. Menggunakan pengukuran cara<br />
tachymetry, selain diperoleh unsur jarak,<br />
juga diperoleh beda tinggi. Bila theodolite<br />
yang digunakan untuk pengukuran cara<br />
tachymetry juga dilengkapi dengan kompas,<br />
maka sekaligus bisa dilakukan pengukuran<br />
untuk pengukuran detil topografi dan<br />
pengukuran untuk pembuatan kerangka<br />
peta pembantu pada pengukuran dengan<br />
kawasan yang luas secara efektif dan<br />
efisien.<br />
a. Alat ukur yang digunakan pada<br />
pengukuran untuk pembuatan peta<br />
topografi cara tachimetry menggunakan<br />
theodolite berkompas adalah: theodolite<br />
berkompas lengkap dengan statif dan<br />
unting-unting, rambu ukur yang<br />
dilengkapi dengan nivo kotak dan pita<br />
ukur untuk mengukur tinggi alat.<br />
b. Data yang harus diamati dari tempat<br />
berdiri alat ke titik bidik menggunakan<br />
peralatan ini meliputi: azimuth magnet,<br />
benang atas, tengah dan bawah pada<br />
rambu yang berdiri di atas titik bidik,<br />
sudut miring, dan tinggi alat ukur di atas<br />
titik tempat berdiri alat.<br />
c. Keseluruhan data ini dicatat dalam satu<br />
buku ukur.<br />
12.1.16 Tata cara pengukuran detail cara<br />
tachymetri menggunakan<br />
theodolite berkompas<br />
Pengukuran detil cara tachymetri dimulai<br />
dengan penyiapan alat ukur di atas titik ikat<br />
dan penempatan rambu di titik bidik.<br />
Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai<br />
dengan perekaman data di tempat alat<br />
berdiri, pembidikan ke rambu ukur,<br />
pengamatan azimuth dan pencatatan data<br />
di rambu BT, BA, BB serta sudut miring m.<br />
a. Tempatkan alat ukur di atas titik<br />
kerangka dasar atau titik kerangka<br />
penolong dan atur sehingga alat siap<br />
untuk pengukuran, ukur dan catat tinggi<br />
alat di atas titik ini.<br />
b. Dirikan rambu di atas titik bidik dan<br />
tegakkan rambu dengan bantuan nivo<br />
kotak.<br />
c. Arahkan teropong ke rambu ukur<br />
sehingga bayangan tegak garis<br />
diafragma berimpit dengan garis tengah<br />
rambu. Kemudian kencangkan kunci<br />
gerakan mendatar teropong.<br />
d. Kendorkan kunci jarum magnet<br />
sehingga jarum bergerak bebas.<br />
Setelah jarum setimbang tidak<br />
bergerak, baca dan catat azimuth<br />
magnetis dari tempat alat ke titik bidik.<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 349<br />
e. Kencangkan kunci gerakan tegak<br />
teropong, kemudian baca bacaan<br />
benang tengah, atas dan bawah serta<br />
catat dalam buku ukur. Bila<br />
memungkinkan, atur bacaan benang<br />
tengah pada rambu di titik bidik setinggi<br />
alat, sehingga beda tinggi yang<br />
diperoleh sudah merupakan beda tinggi<br />
antara titik kerangka tempat berdiri alat<br />
dan titik detil yang dibidik.<br />
f. Titik detil yang harus diukur meliputi<br />
semua titik alam maupun buatan<br />
manusia yang mempengaruhi bentuk<br />
topografi peta daerah pengukuran.<br />
12.1.17 Kesalahan pengukuran cara<br />
tachymetri dengan theodolite<br />
berkompas Kesalahan alat,<br />
misalnya:<br />
1. Jarum kompas tidak benar-benar lurus<br />
2. Jarum kompas tidak dapat bergerak<br />
bebas pada prosnya.Garis bidik tidak<br />
tegak lurus sumbu mendatar (salah<br />
kolimasi).<br />
3. Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0°<br />
tidak sejajar garis bidik.<br />
4. Letak teropong eksentris.<br />
5. Poros penyangga magnet tidak sepusat<br />
dengan skala lingkaran mendatar.<br />
a. Kesalahan pengukur, misalnya:<br />
1. Pengaturan alat tidak sempurna<br />
(temporary adjustment).<br />
2. Salah taksir dalam pemacaan<br />
3. Salah catat, dll. nya.<br />
b. Kesalahan akibat faktor alam,<br />
misalnya:<br />
1. Deklinasi magnet.<br />
2. Refraksi lokal.<br />
12.1.18 Pengukuran Tachymetri Untuk<br />
Pembuatan Peta Topografi Cara<br />
Polar.<br />
Posisi horizontal dan vertikal titik detil<br />
diperoleh dari pengukuran cara polar<br />
langsung diikatkan ke titik kerangka dasar<br />
pemetaan atau titik (kerangka) penolong<br />
yang juga diikatkan langsung dengan cara<br />
polar ke titik kerangka dasar pemetaan.<br />
Unsur yang diukur:<br />
a. Azimuth magnetis titik ikat ke titik<br />
detail<br />
b. Bacaan benang atas, tengah,<br />
dan bawah<br />
c. Sudut miring, dan<br />
d. Tinggi alat di atas titik ikat.<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 350<br />
b.<br />
A dan B adalah titik kerangka dasar<br />
pemetaan,<br />
H adalah titik penolong,<br />
1, 2 ... adalah titik detil,<br />
Um adalah arah utara magnet di tempat<br />
pengukuran.<br />
Berdasar skema pada gambar, maka:<br />
a. Titik 1 dan 2 diukur dan diikatkan<br />
langsung dari titik kerangka dasar A,<br />
b. Titik H, diukur dan diikatkan langsung<br />
dari titik kerangka dasar B,<br />
c. Titik 3 dan 4 diukur dan diikatkan<br />
langsung dari titik penolong H.<br />
12.1.19 Pengukuran tachymetri untuk<br />
pembuatan peta topografi cara<br />
poligon kompas.<br />
Gambar 324. Tripod pengukuran vertikal<br />
Gambar 323. Pengukuran sipat datar luas<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 351<br />
12. 2 Peralatan, bahan dan<br />
prosedur pengukuran<br />
titik titik detail metode<br />
tachymetri<br />
Letak titik kerangka dasar pemetaan<br />
berjauhan, sehingga diperlukan titik<br />
penolong yang banyak. Titik-titik penolong<br />
ini diukur dengan cara poligon kompas yang<br />
titik awal dan titik akhirnya adalah titik<br />
kerangka dasar pemetaan. Unsur jarak dan<br />
beda tinggi titik-titik penolong ini diukur<br />
dengan menggunakan cara tachymetri.<br />
Posisi horizontal dan vertikal titik detil diukur<br />
dengan cara polar dari titik-titik penolong.<br />
Berdasarkan skema pada gambar, maka:<br />
a. Titik K1, K3, K5, K2, K4 dan K6 adalah<br />
titik-titik kerangka dasar pemetaan,<br />
b. Titik H1, H2, H3, H4 dan H5 adalah titiktitik<br />
penolong<br />
c. Titik a, b, c, ... adalah titik detil.<br />
Pengukuran poligon kompas K3, H1, H2, H3,<br />
H4 , H5, K4 dilakukan untuk memperoleh<br />
posisi horizontal dan vertikal titik-titik<br />
penolong, sehingga ada dua hitungan:<br />
a. Hitungan poligon dan<br />
b. Hitungan beda tinggi.<br />
12.1.20 Tata cara pengukuran poligon<br />
kompas:<br />
a. Pengukuran koreksi Boussole di titik K3<br />
dan K4,<br />
b. Pengukuran cara melompat (spring<br />
station) K3, H2, H4dan K4.<br />
c. Pada setiap titik pengukuran dilakukan<br />
pengukuran:<br />
1. Azimuth,<br />
2. Bacaan benang tengah, atas dan<br />
bawah,<br />
3. Sudut miring, dan<br />
4. Tinggi alat.<br />
12.1.21 Tata cara hitungan dan<br />
penggambaran poligon kompas:<br />
a. Hitung koreksi Boussole di K3 = AzG.<br />
K31 - AzM K31<br />
b. Hitung koreksi Boussole di K4 = AzG.<br />
K42 - AzM K42<br />
c. Koreksi Boussole C = Rerata koreksi<br />
boussole di K3 dan K4<br />
d. Hitung jarak dan azimuth geografis<br />
setiap sisi poligon.<br />
e. Hitung koordinat H1, ... H5 dengan cara<br />
BOWDITH atau TRANSIT.<br />
f. Plot poligon berdasarkan koordinat<br />
definitif.<br />
12.2.1 Peralatan yang dibutuhkan :<br />
1. Pesawat Theodolite<br />
Alat pengukur Theodolitee dapat<br />
mengukur sudut-sudut yang mendatar<br />
dan tegak. Alat pengukur sudut<br />
theodolitee dibagi dalam 3 bagian yaitu :<br />
a. Bagian bawah, terdiri atas tiga<br />
sekrup penyetel SK yang<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 352<br />
menyangga suatu tabung dan pelat<br />
yang berbentuk lingkaran. Pada tepi<br />
lingkaran ini dibuat skala lms yang<br />
dinamakan limbus.<br />
b. Bagian tengah, terdiri atas suatu<br />
sumbu yang dimasukkan kedalam<br />
tabung bagian bawah. Sumbu ini<br />
sumbu tegak atau sumbu kesatu S1.<br />
Diatas sumbu S1 diletakkan lagi<br />
suatu pelat yang berbentuk<br />
lingkaran dan mempunyai jari-jari<br />
kurang dari jari-jari pelat bagian<br />
bawah. Pada dua tempat di tepi<br />
lingkaran di buat pembaca nomor<br />
yang berbentuk alat pembaca<br />
nonius.<br />
Diatas nonius ini ditempatkan dua kaki<br />
yang penyangga sumbu mendatar.<br />
Suatu nivo diletakkan di atas pelat<br />
nonius untuk membuat sumbu kesatu<br />
tegak lurus.<br />
c. Bagian atas, terdiri dari sumbu<br />
mendatar atau sumbu kedua yang<br />
diletakkan diatas kaki penyangga<br />
sumbu kedua S2. Pada sumbu kedua<br />
ditempatkan suatu teropong tp yang<br />
mempunyai difragma dan dengan<br />
demikian mempunyi garis bidik gb. Pada<br />
sumbu kedua diletakkan pelat yang<br />
berbentuk lingkaran dilengkapi dengan<br />
skala lingkaran tegak ini ditempatkkan<br />
dua nonius pada kaki penyangga sumbu<br />
kedua.<br />
Jika dilihat dari cara pengukuran dan<br />
konstruksinya, bentuk alat ukur Theodolitee<br />
di bagi dalam dua jenis, yaitu<br />
a. Theodolitee reiterasi, yaitu jenis<br />
theodolitee yang pelat lingkaran skala<br />
mendatar dijadikan satu dengan tabung<br />
yang letaknya diatas tiga sekerup. Pelat<br />
nonius dan pelat skala mendatar dapat<br />
diletakkan menjadi satu dengan sekerup<br />
kl, sedangkan pergeseran kecil dari<br />
nonius terhadap skala lingkaran, dapat<br />
digunakan sekerup fl. Dua sekerup kl<br />
dan fl merupakan satu pasang ; sekerup<br />
fl dapat menggerakkan pelat nonius bila<br />
sekerup kl telah dikeraskan.<br />
b. Theodolitee repetisi, yaitu jenis<br />
theodolitee yang pelatnya dengan skala<br />
lingkaran mendatar ditempatkan<br />
sedemikian rupa sehingga pelat dapat<br />
berputar sendiri dengan tabung pada<br />
sekerup penyetel sebagai sumbu putar.<br />
Perbedaan jenis repetisi dengan<br />
reiterasi adalah jenis repetisi memiliki<br />
sekerup k2 dan f2 yang berguna pada<br />
penukuran sudut mendatar dengan cara<br />
repetisi.<br />
3<br />
Selain menggunakan Theodolite,<br />
pengukuran titik-titik detail metode<br />
tachymetri dapat menggunakan Topcond<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 353<br />
Gambar 325. Theodolite Topcon<br />
2. Statif<br />
Statif merupakan tempat dudukan alat<br />
dan untuk menstabilkan alat seperti<br />
Sipat datar. Alat ini mempunyai 3 kaki<br />
yang sama panjang dan bisa dirubah<br />
ukuran ketinggiannya. Statip saat<br />
didirikan harus rata karena jika tidak rata<br />
dapat mengakibatkan kesalahan saat<br />
pengukuran<br />
Gambar 326. Statif<br />
3. Unting-unting<br />
Unting-unting terbuat dari besi atau<br />
kuningan yang berbentuk kerucut<br />
dengan ujung bawah lancip dan di ujung<br />
atas digantungkan pada seutas tali.<br />
Unting-unting berguna untuk<br />
memproyeksikan suatu titik pada pita<br />
ukur di permukaan tanah atau<br />
sebaliknya.<br />
Gambar 327. Unting-unting<br />
4. Patok<br />
Patok dalam ukur tanah berfungsi untuk<br />
memberi tanda batas jalon, dimana titik<br />
setelah diukur dan akan diperlukan lagi<br />
pada waktu lain. Patok biasanya<br />
ditanam didalam tanah dan yang<br />
menonjol antara 5 cm-10 cm, dengan<br />
maksud agar tidak lepas dan tidak<br />
mudah dicabut. Patok terbuat dari dua<br />
macam bahan yaitu kayu dan besi atau<br />
beton.<br />
Patok kayu<br />
Patok kayu yang terbuat dari kayu,<br />
berpenampang bujur sangkar dengan<br />
ukuran 50 mm x 50 mm, dan bagian<br />
atasnya diberi cat.<br />
Patok beton atau besi<br />
Patok yang terbuat dari beton atau<br />
besi biasanya merupakan patok tetap<br />
yang akan masih pada waktu lain.<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 354<br />
Gambar 328. Jalon di atas patok<br />
5. Pita ukur (meteran)<br />
Rambu ukur dapat terbuat dari kayu,<br />
campuran alumunium yang diberi skala<br />
pembacaan. Ukuran lebarnya 4 cm,<br />
panjang antara 3m-5m pembacaan<br />
dilengkapi dengan angka dari meter,<br />
desimeter, sentimeter, dan milimeter.<br />
6. Rambu Ukur<br />
Rambu ukur dapat terbuat dari kayu,<br />
campuran alumunium yang diberi skala<br />
pembacaan. Ukuran lebarnya 4 cm,<br />
panjang antara 3m-5m pembacaan<br />
dilengkapi dengan angka dari meter,<br />
desimeter, sentimeter, dan milimeter.<br />
Gambar 330. Rambu ukur<br />
7. Payung<br />
Payung ini berfungsi sebagai pelindung<br />
dari panas dan hujan untuk alat ukur itu<br />
sendiri. Karena bila alat ukur sering<br />
kepanasan atau kehujanan, lambat laun<br />
alat tersebut pasti mudah rusak (seperti;<br />
jamuran, dll).<br />
Gambar 331. Payung<br />
12.2.2 Bahan yang Digunakan :<br />
1. Formulir ukur<br />
Formulir pengukuran digunakan untuk<br />
mencatat kondisi di lapangandan hasil<br />
perhitungan-perhitungan/ pengukuran di<br />
lapangan. (terlampir)<br />
Gambar 332. Formulir Ukur<br />
Gambar 329. Pita ukur<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 355<br />
2. Peta wilayah studi<br />
Peta digunakan agar mengetahui di<br />
daerah mana akan melakukan<br />
pengukuran.<br />
3. Cat dan kuas<br />
digunakan untuk menandai dimana kita<br />
mengukur dan dimana pula kita<br />
meletakan rambu ukur. Tanda ini tidak<br />
boleh hilang sebelum perhitungan<br />
selesai karena akan mempengaruhi<br />
perhitungan dalam pengukuran.<br />
4. Alat tulis<br />
Alat tulis digunakan untuk mencatat<br />
hasil pengkuran di lapangan.<br />
Benang<br />
Benang berfungsi sebagai:<br />
a. menentukan garis lurus<br />
b. menentukan garis datar<br />
c. menentukan pasangan yang kurus<br />
d. mekuruskan plesteran<br />
e. menggantungkan unting-unting<br />
Gambar 334. Benang<br />
Paku<br />
Paku terbuat dari baja (besi) dengan<br />
ukuran ± 10 mm. Digunakan sebagai<br />
tanda apabila cat mudah hilang dan<br />
patok kayu tidak dapat digunakan,<br />
dikarenakan rute (jalan) yang digunakan<br />
terbuat dari aspal.<br />
12.2.3 Formulir Pengukuran<br />
Formulir pengukuran digunakan untuk<br />
mencatat kondisi di lapangan dan hasil<br />
perhitungan-perhitungan/ pengukuran di<br />
lapangan. (terlampir)<br />
12.2.4 Prosedur pengukuran :<br />
Pengukuran metode tachymetri<br />
menggunakan alat theodolite, baik yang<br />
bekerja secara optis maupun elektronis<br />
digital yang sering dinamakan dengan Total<br />
Station. Alat theodolite didirikan di atas<br />
patok yang telah diketahui koordinat dan<br />
ketinggiannya hasil pengukuran kerangka<br />
dasar. Patok tersebut mewakili titik-titik ikat<br />
pengukuran.<br />
Rambu ukur atau target diletakkan di atas<br />
titik-titik detail yang akan disajikan di atas<br />
Gambar 333. Cat dan Kuas<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 356<br />
peta. Titik-titik detail dapat berupa unsur<br />
alam atau unsur buatan manusia. Unsur<br />
alam misalnya adalah perubahan slope<br />
(kemiringan) tanah yang dijadikan titik-titik<br />
tinggi (spot heights) sebagai acuan untuk<br />
penarikan dan interpolasi garis kontur.<br />
Unsur buatan manusia misalnya adalah<br />
pojok-pojok bangunan.<br />
a. Urutan pengaturan serta pemakaian :<br />
1. Dengan menggunakan patok-patok<br />
yang telah ada yang digunakan<br />
pada pengukuran sipat datar dan<br />
pengukuran poligon, dirikan alat<br />
theodolite pada titik (patok) sebagai<br />
titik ikat pada awal pengukuran<br />
(patok pertama).<br />
2. Ketengahkan gelembung nivo<br />
dengan prinsip pergerakan 2 sekrup<br />
kaki kiap ke dalam dan keluar saja<br />
dan satu sekrup kaki kiap ke kanan<br />
atau ke kiri saja.<br />
3. Pada posisi teropong biasa<br />
diarahkan teropong titik detail satu<br />
yang telah didirikan rambu ukur di<br />
atas target tersebut, kemudian baca<br />
benang atas, benang tengah, dan<br />
benang bawah dari rambu ukur<br />
pada titik detail satu dengan<br />
bantuan sekrup kasar dan halus<br />
pergerakan vertikal.<br />
4. Bacalah sudut horizontal yang<br />
menunjukan azimuth magnetis dari<br />
titik detail satu dan baca pula sudut<br />
vertikal berupa sudut miring atau<br />
sudut zenith pada titik detail<br />
tersebut. Jika sudut vertikal yang<br />
dibaca relatif kecil antara 0o – 5o<br />
maka dapat dipastikan sudut<br />
tersebut adalah sudut inklinasi<br />
(miring) dan jika berada di sekitar<br />
sudut 90o maka dapat dipastikan<br />
sudut tersebut adalah sudut zenith.<br />
Setelah terbaca semua data<br />
tersebut kemudian kita pindahkan<br />
rambu ukur ke titik detail berikutnya<br />
dan lakukan hal yang sama seperti<br />
diatas. Dalam membuat titik detail<br />
buatlah sebanyak-banyaknya<br />
sedemikian rupa sehingga informasi<br />
dari lapangan baik planimetris<br />
maupun ketinggian dapat disajikan<br />
secara lengkap di atas peta.<br />
5. Pindahkan alat theodolite ke titik ikat<br />
berikutnya, selanjutnya lakukan<br />
pengukuran tachymetri ke titik-titik<br />
detail lainnya.<br />
6. Selanjutnya pengolahan data<br />
tachymetri dipindahkan dengan<br />
pengolahan data pengukuran sipat<br />
datar dan pengukuran polygon<br />
sedemikian rupa sehingga diperoleh<br />
koordinat dan tinggi titik-titik detail.<br />
7. Pengukuran tachymetri selesai.<br />
Hasil yang diperoleh dari prakek<br />
pengukuran tachymetri di lapangan<br />
adalah koordinat planimetris X,Y,<br />
dan ketinggian Z titik-titik detail yang<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 357<br />
diukur sebagai situasi daerah<br />
pengukuran untuk keperluan<br />
penggambaran titik detail dan garisgaris<br />
kontur dalam pemetaan.<br />
b. Pembacaan sudut mendatar :<br />
1. Terlebih dahulu kunci boussole atau<br />
pengencang magnet kita lepaskan,<br />
kemudian akan terlihat skala<br />
pembacaan bergerak; sementara<br />
bergerak kita tunggu sampai skala<br />
pembacaan diam, kemudian kita<br />
kunci lagi.<br />
2. pembacaan bersifat koinsidensi<br />
dengan mempergunkan tromol<br />
mikrometer.<br />
c. Keterangan:<br />
1. Pada pembacaan sudut miring perlu<br />
diperhatikan tanda positif atau<br />
negatif, sebab tidak setiap angka<br />
mempunyai tanda positif atau<br />
negatif.<br />
2. Pada pembacaan sudut miring di<br />
dekat 0o (0gr) perlu diperhatikan<br />
tanda positif atau negatif, sebab<br />
tandanya tidak terlihat, sehingga<br />
meragukan sipembaca.<br />
3. Perlu diperhatikan sistim<br />
pembacaan dari pos alat ukur tanah<br />
tersebut:<br />
Sistim centisimal (grade).<br />
Sistim sexagesimal (derajat).<br />
4. Perlu diperhatikan, bahwa<br />
pembacaan skala tromol untuk<br />
pembacaan satuan menit atau<br />
satuan centigrade per kolom, atau<br />
ada yang mempunyai harga 2 menit<br />
(2c) per kolom.<br />
5. Sistim pembacaan lingkaran vertikal<br />
ada 2 macam yaitu:<br />
Sistim sudut zenith.<br />
Sistim sudut miring.<br />
6. Sudut miring yang harganya negatif,<br />
pembacaan dilakukan dari kanan ke<br />
kiri, sedangkan untuk harga positif<br />
pembacaan dari kiri ke kanan.<br />
7. Perlu diyakinkan harga sudut miring<br />
positif atau negatif.<br />
d. Pembacaan Rambu<br />
1. Untuk pembacaan jarak, benang<br />
atas kita tempatkan di 1 m atau 2 m<br />
pada satuan meter dari rambu.<br />
Kemudian baca benang bawah dan<br />
tengah.<br />
2. Untuk pembacaan sudut miring,<br />
arahkan benang tengah dari<br />
teropong ke tinggi alatnya, sebelum<br />
pembacaan dilakukan, gelembung<br />
nivo vertikal harus diketengahkan<br />
dahulu.<br />
(Tinggi alat harus diukur dan<br />
dicatat).<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 358<br />
O O'<br />
BT<br />
i<br />
12.2.5 Penurunan Rumus Titik Detail<br />
Tachymetri<br />
Secara umum rumus yang digunakan dalam<br />
tachymetri adalah sebagai berikut :<br />
1.<br />
BA BT<br />
BA BT COSi BA BT<br />
<br />
<br />
' '<br />
(BA BT) COSi BA'BT<br />
BA' (BA BT) COSi BT<br />
2.<br />
BT BB<br />
BT BB COSi BT BB<br />
<br />
<br />
' '<br />
(BT BB) COSi BT BB'<br />
BB' BT (BT BB) COSi<br />
3. BA’ = (BA – BT) . COS i + BT<br />
BB’ = BT – (BT – BB) . COS i<br />
(BA’ –BB’) = (BA – BT+ BT– BB) . COSi<br />
= (BA – BB) . COS i<br />
4. dAbx = dAB . COS i . 100<br />
dAbx = (BA – BB) . COS i . COS i . 100<br />
dABx = (BA – BB) . COS2 i . 100<br />
5. dABx = dAB . COS i . 100<br />
dABx = (BA – BB) . COS i . COS i . 100<br />
dABx = (BA – BB) . COS2 i . 100<br />
6. Catatan :<br />
XA dan YA = Hasil pengolahan data<br />
polygon.<br />
dABx = Hasil pengolahan data<br />
tachymetry.<br />
AB = Hasil pembacaan sudut<br />
horizontal (azimuth)<br />
theodolitee<br />
Gambar 335. Segitiga O BT O’<br />
7. O BT d Sini<br />
d<br />
Sini O BT AB<br />
AB<br />
' ' <br />
8. HAB = Tinggi alat + O’BT – BT<br />
HAB = Tinggi alat + dAB . Sin i – BT<br />
Tinggi alat +(BA – BB) . Cos i . Sin i .<br />
100– BT<br />
HAB = Tinggi alat + (BA – BB) . Sin 2i<br />
. ½ i 100 – BT<br />
HAB = Tinggi alat + (BA- BB) i Sin 2i i<br />
50 – BT<br />
Jadi :<br />
TB = Tinggi alat + HAB<br />
Catatan :<br />
Tinggi alat = Hasil pengolahan data<br />
sipat datar<br />
HAB = Hasil pengolahan data<br />
Tachymetri<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 359<br />
dAB<br />
Ta<br />
O<br />
BA<br />
BT<br />
BB<br />
Z<br />
i<br />
i<br />
Z<br />
Z<br />
? HAB<br />
O'<br />
Z<br />
i<br />
Titik Nadir<br />
dABX A B<br />
1<br />
12. 3. Pengolahan Data<br />
Pengukuran Tachymetri<br />
Data yang diambil dari lapangan semakin<br />
banyak semakin baik. Data yang diperoleh di<br />
tempat alat berdiri meliputi azimuth magnetis,<br />
sudut vertikal inklinasi (miring) atau zenith dan<br />
tinggi alat. Data yang diperoleh dari tempat<br />
berdiri rambu atau target adalah bacaan<br />
benang diafragma (benang atas, benang<br />
tengah, dan benang bawah) atau jarak<br />
langsung. Pada alat theodolite dengan fasilitas<br />
total station koordinat dan ketinggian tinggi<br />
titik-titik detail dapat langsung diperoleh dan<br />
direkam ke dalam memori penyimpanan.<br />
Data yang diperoleh dari lapangan harus<br />
diolah untuk menghilangkan kesalahan<br />
sistematis dan acak yang terjadi serta<br />
membuang kesalahan besar yang<br />
mungkin timbul. Pengolahan data sipat<br />
datar kerangka dasar vertical dan polygon<br />
kerangka dasar horizontal dapat diolah<br />
secara manual dengan bantuan mesin<br />
hitung atau secara tabelaris menggunakan<br />
bantuan computer.<br />
Gambar 336. Pengukuran titik detail tachymetri<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 360<br />
12. 4. Penggambaran hasil<br />
pengukuran tachymetri<br />
Sebelum hasil praktek pengukuran digunakan<br />
untuk keperluan pembuatan peta<br />
(penggambaran) maka data dari lapangan<br />
diolah terlebih dahulu. Dari hasil pengukuran<br />
Tachymetri diperoleh data mentah yang<br />
harus diolah sesuai dengan metoda<br />
pengukuran yang dilakukan.<br />
Data yang telah diolah kemudian disajikan di<br />
atas kertas (2 dimensi) dalam bentuk peta<br />
yang disebut sebagai pekerjaan pemetaan<br />
yang menghasilkan informasi spasial<br />
(keruangan) berupa peta.<br />
Penggambaran hasil pengukuran tachymetri<br />
hampir sama dengan penggambaran<br />
pengukuran sipat datar kerangka dasar<br />
vertikal dan penggambaran pengukuran<br />
poligon kerangka dasar horizontal.<br />
Informasi yang diperoleh dari pengolahan data<br />
sipat datar kerangka dasar vertical adalah<br />
tinggi definitif titik-titik ikat, sedangkan<br />
informasi yang diperoleh dari pengolahan data<br />
kerangka dasar horizontal adalah koordinat<br />
titik-titik ikat. Titik awal dan akhir pengukuran<br />
juga diberikan sebagai kontrol vertikal dan<br />
horizontal.<br />
Titik kontrol vertikal dan horizontal dapat<br />
diperoleh dengan cara:<br />
a. Penentuan benchmark yang ada dari<br />
lapangan hasil pengukuran<br />
sebelumnya.<br />
b. Hasil pengamatan diatas peta, untuk<br />
koordinat dari hasil interpolasi grid-grid<br />
peta.<br />
Sedangkan untuk tinggi definitif diperoleh<br />
dari hasil interpolasi garis-garis kontur<br />
yang ada diatas peta. Koordinat definitif<br />
kemudian dibuat gambarnya baik secara<br />
manual maupun digital menggunakan<br />
komputer sehingga dapat diperoleh<br />
informasi luas wilayah pengukuran. Tinggi<br />
titik-titik ikat digambar pada arah<br />
memanjang sehingga dapat diperoleh<br />
turun naiknya permukaan tanah sepanjang<br />
jalur pengukuran.<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 361<br />
Gambar 337.Theodolitee O BT O’<br />
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 362<br />
Garis Kontur<br />
LEGENDA<br />
Jalan<br />
Rute Pengukuran<br />
Pohon<br />
Tiang Listrik<br />
Titik Detail<br />
Pohon<br />
Gedung PKM<br />
SITE PLAN PENGUKURAN TITIK-TITIK DETAIL<br />
TACHYMETRI<br />
SKALA 1 : 100<br />
MATA PELAJARAN<br />
INSTITUSI<br />
DI GAMBAR<br />
JUDUL GAMBAR<br />
CATATAN<br />
DIPERIKSA<br />
Gambar 338. siteplan pengukuran titik-titik detail Tachymetri<br />
12septiadi muharizomhttp://www.blogger.com/profile/03715622877224874538noreply@blogger.com0