SELAMAT DATANG DI BLOG SURVEI DAN PEMETAAN
SEPTIADI MUHARIZOM'S BLOG

Jumat, 03 Desember 2010

topografi

Berasal dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat dan graphi yang berarti menggambar. Peta topografi memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Peta topografi mengacu pada semua ciri-ciri permukaan bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alamiah atau buatan, yang dapat ditentukan pada posisi tertentu. Oleh sebab itu, dua unsur utama topografi adalah ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik (ukuran permukaan bidang datar). Peta topografi menyediakan data yang diperlukan tentang sudut kemiringan, elevasi, daerah aliran sungai, vegetasi secara umum dan pola urbanisasi. Peta topografi juga menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu kawasan tertentu dalam batas-batas skala.
Peta topografi dapat juga diartikan sebagai peta yang menggambarkan kenampakan alam (asli) dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang benar. Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia
PENGUKURAN TOPOGRAFI
Pengumpulan data topografi terdiri dari beberapa teknik pengukuran, meliputi:
pengukuran jarak
pengukuran azimut (arah)
pengukuran kemiringan lereng (helling)
Ketiga komponen di atas diukur antara dua titik survei. Prosedur dilakukan sama
untuk semua jenis pengukuran, baik pada baseline maupun jalur survei.
Pengukuran Jarak
Pengukuran Jarak Lapangan
Jarak antara titik-titik di baseline atau panjang PU dalam ITSP atau jarak antar titik
pada batas luar PUP diukur dengan pengukuran jarak lapangan. Sedangkan lebar
jalur diukur dengan pengukuran jarak datar.
Alat yang digunakan dalam pengukuran jarak adalah:
Pita ukur atau meteran, dengan spesifikasi dan aturan pemakaian sebagai berikut:
- Paling praktis panjang 30 m, dari material seperti kain (bukan plastik); material
seperti ini bisa tahan digunakan untuk mengukur 1 - 2 petak, atau 100 - 150 ha
pengukuran ITSP.
- Pemakaian tali tidak menjamin ketepatan pengukuran jarak.
- Pita ukur harus lurus dari titik satu ke titik lainnya, tarikan ± 5 kg; Apabila tidak
bisa diukur dengan lurus antara kedua titik yang telah ditentukan tersebut maka
dapat dibuat titik baru diantara kedua titik tersebut.
- Paling praktis kalau meteran ditarik dengan ujung 0 di belakang; Apabila meteran
berada pada jalur di sepanjang sisi PU waktu pencatatan posisi pohon, maka
koordinat Y dapat dibaca dari meteran.
- Tinggi meteran harus sama pada titik satu dan titik lainya saat pengukuran.
Pengukuran Jarak datar
Jarak datar dapat diukur dengan pita ukur dalam posisi horisontal.
Pada lereng menurun ,ujung belakang pita ukur dipegang
dekat permukaan tanah dan ujung depan dipegang setinggi seperlunya,
hingga kedua ujung mencapai ketinggian yang sama. Pada lereng menanjak,
cara pengukuran adalah kebalikannya .
Pada lereng yang lebih terjal, jarak pengukuran horisontal sebaiknya jangan
terlalu panjang.
Hubungan geometris antara jarak lapangan dan jarak datar
Rumus geometris:
Dalam segitiga siku-siku, hubungan antara sisi dan sudut lancip adalah sebagai
berikut:
Sinα = b/c Cosα = a/c
b = sinα * c a = cosα * c
c = b/sinα c = a/cosα
Tanα = b/a
b/a = kemiringan dalam bentuk %/100
Misalnya helling 10 % = 0.1
A tan 0.1 = 5.71 derajat
(tan 5.71 der = 0.1)
α = 5.71 derajat
Cotanα = a/b
Jarak datar = jarak lapangan dikalikan dengan cos sudut kelerengan (dalam
satuan derajat)
Misalnya : Berapa meter jarak datar kalau jarak lapangan 22.8m dan lereng 57 %.?
Lereng 57 % = 0.57; a tan 0.57 = 29.68 derajat
Cos29.68 der = 0.868777
Jarak datar = 22.8 m * 0.868777 = 19.81 m.
Jarak lapangan = jarak datar dibagi dengan cos sudut kelerengan (dalam
satuan derajat)
Misalnya : Berapa meter jarak lapangan untuk 20 m jarak datar pada lereng 42 %?
Lereng 42 % = 0.42; a tan 0.42 = 22.78 derajat
Cos22.78 der = 0.92198
Jarak lapangan = 20/0.92198 = 21.69 m.
Jarak lapangan untuk jarak datar 20, 10 dan 1 meter dapat dilihat pada tabel
Lampiran 1.
Jarak diukur dan dicatat dengan ketepatan 0.1 meter (misalnya: ditulis 11.3 ,
tidak perlu ditulis 11.30).
Pengukuran Azimut
Azimut atau arah diukur dengan kompas yang akurat (misalnya Suunto) dengan
satuan derajat (satu putaran penuh adalah 360 derajat).
Cara pembacaan azimut kompas
• Uji mata untuk membaca azimut kompas
Sebelum memulai pekerjaan, setiap cruiser harus mencoba cara apa yang paling
sesuai untuk mengukur azimut. Cara uji mata pembacaan azimut kompas adalah
sebagai berikut:
1 Berdiri tetap di satu titik.
2 Pegang kompas di atas punggung jari tangan, atau dengan jari jempol dan
telunjuk tangan dalam posisi rata horisontal. Jangan menutupi kompas supaya
sinar masuk tidak terhalang.
3 Pilih benda yang berdiri lurus pada jarak 20-30 m sebagai sasaran, misalnya:
pohon, tiang atau sudut rumah.
4 Bidik kompas dengan mata kanan sambil mata kiri terbuka. Baca azimutnya.
5 Ganti mata dalam posisi tidak bergeser. Baca azimutnya. Masih sama atau
berbeda?
6 Tetap dalam posisi yang sama. Tutup mata kiri dan baca azimut dengan mata
kanan. Apakah azimutnya sama dengan bidikan dua mata terbuka ?
7 Ganti mata. Tutup mata kanan dan baca azimut dengan mata kiri. Kemungkinan
besar azimut sama dengan pembacaan azimuth sebelumnya.
8 Umumnya cara pengambilan azimut kompas yang paling tepat adalah dengan
pembidikan satu mata dengan menutup mata yang lainnya.
9 Pilih dan pakai cara yang paling sesuai dan tepat untuk diri sendiri.
Petunjuk lain dalam pengukuran azimut:
1 Lihatlah angka-angka di piring kompas, ke arah mana angkanya membesar.
Arah angka membesar berbeda antara kompas model biasa dengan model
kompas prisma. Pada kompas model prisma, jendela berada didalam benjolan
plastik di atas badan kompas.
2 Apabila dalam satu survei dipakai lebih dari satu kompas maka periksa terlebih
dahulu apakah azimut masing–masing kompas sama atau berbeda. Perbedaan
ini menentukan cara pemakaiannya. Tentukan kompas penentu (hasil
pembacaan azimut masing-masing kompas bisa berbeda 2 sampai 3 derajat)
3 Kompasman harus bisa menentukan azimut secara tepat, pasti dan konsisten.
Kalau ragu-ragu atau pembacaan kompas berbeda dari pagi ke sore, jangan
melantiknya sebagai kompasman. Pembacaan kompas berbeda dari pagi ke
sore. Jangan memilih ……..
4 Waktu mengukur azimut di lereng yang terjal, ambil pohon yang lurus dekat
patok titik ukur sebagai petunjuk ke atas atau ke bawah. Bisa juga memiringkan
kompas ke atas atau kebawah tanpa mengubah arahnya (piring derajat tidak
memutar sedikitpun).
5 Azimut bisa dicek dengan arah balik apabila piring derajat kompas dilengkapi
dengan angka azimut balik (lawan arah).
6 Ketepatan pembacaan azimut dalam kerja rutin cukup 1 derajat; walaupun bisa
dengan ketepatan ½ derajat. Ketepatan dapat ditingkatkan dengan memakai
monopod [tongkat yang ditancap berdiri, kompas (atau klino) diletakkan atau
diikat dengan baut di ujungnya (baut aluminium atau plastik, jangan baut besi
yang bisa mengganggu kompas)].
7 Karena bisa terjadi kesalahan pembacaan kompas apabila pekerja sudah lelah
dan sinar di dalam hutan sudah mulai berkurang, terutama pada tegakan hutan
yang rapat. Sebaiknya survei cukup dilakukan hingga jam 3 sore.
Penyimpangan azimut dan akibatnya
Pelebaran atau penyempitan jalur apabila ada penyimpangan azimut
Pelebaran atau penyempitan jalur (=b) meter, pada jarak (=c)
(=sin penyimpangan arah * jarak)
Penyimpangan
azimut,
(derajat) 20 50 100 500 1000
1 0.35 0.87 1.75 8.73 17.45
2 0.70 1.74 3.49 17.45 34.90
3 1.05 2.62 5.23 26.17 52.34
4 1.40 3.49 6.98 34.88 69.76
5 1.74 4.36 8.72 43.58 87.16
Tabel ini membuktikan betapa pentingnya ketepatan pengukuran azimut dan pemeriksaan
lebar jalur survei.
Pengukuran kemiringan lereng (helling)
Untuk mengukur kemiringan lereng dipakai alat klinometer (sering disebut klino).
Sedang yang umum digunakan adalah merek Suunto.
Dengan klinometer tersebut dapat diukur kemiringan lereng dalam satuan derajat
(angka disebelah kiri) atau persen (angka disebelah kanan).
Untuk ITSP, GIS memakai satuan persen. Dibaca dan dicatat dengan ketepatan 1
persen.
Helling diukur antara dua titik ukur pada jalur baseline atau jalur survei (=PU) ke arah
depan (helling muka) dan dicatat dari titik ukur bernomor kecil ke titik ukur nomor
lebih besar.
Cara mengambil helling
1 Berdiri di belakang patok titik ukur.
2 Memegang klinometer
• dengan bebas di atas punggung jari tangan; untuk membaca helling dapat
pakai mata kiri atau kanan; tangan tidak menutupi pandangan ke depan dan
tidak menghambat penerangan ke dalam klino; atau
dengan tangan kanan antara jari jempol dan telunjuk; lihat dengan mata
kanan lewat jendela klino, dan mata kiri melihat ke target di luar alat
3 Letakkan pertengahan klino (lensa klino) setinggi pinggir atas perlak yang sudah
dipasang pada patok titik ukur setinggi 1.4 meter dari tanah.
4 Dengan dua mata terbuka; satu mata membidik lewat lensa klino dan mata
kedua melihat ke perlak di depan.
5 Setelah garis dalam alat menyatu dengan pinggir atas perlak di depan;
pertahankan pada posisi ini dan baca angka persennya (di sebelah kanan pada
roda angka dalam alat).
6 Perhatikan tanda plus atau minus dan arah angka membesar. Hati-hati dengan
angka yang dekat 0; minus atau plus.
7 Tulislah angka persen segera di tally sheet pada kolom yang benar, kolom +
atau -
8 Tidak ada salahnya kalau hasil pengukuran helling diumumkan kepada rekan
regu survei, kalau salah besar mungkin ada yang tidak setuju dan helling diukur
ulang.

Pengukuran helling kalau ada hambatan
Apabila ada hambatan dalam pengukuran helling, misalnya ada batang kayu
menggantung yang melintang pada arah pengambilan helling.
Pengukuran helling dapat dilakukan dengan cara menembak lewat bawah hambatan
tersebut asalkan tinggi alat sama dengan tinggi sasaran yang dibidik
Petunjuk lain dalam pengukuran helling:
1. Perlak sasaran harus tampak dengan jelas. Kalau terhalang oleh ranting atau
daun maka sempurnakan rintisan. Kalau terhalang oleh bukit maka titik ukur
harus dipindahkan, biasanya lebih dekat. Hal ini dapat dilihat pada
JANGAN MENERKA-NERKA HELLING
Dari segi ketepatan pengukuran helling, titik ukur harus berada pada:
• di mana terjadi perubahan kemiringan dengan jelas
• lereng landai menjadi terjal
• di atas bukit (lereng naik berubah menjadi lereng turun)
• di bawah lembah (lereng turun berubah menjadi lereng naik)
• di pinggir sungai, anak sungai, alur air yang lebih dalam dari 2 m
• azimut jalur berubah
2. Latihlah diri sendiri mengecek hasil pengambilan helling dengan cara sebagai
berikut:
Setelah mengukur helling depan, dari titik depan tersebut ukur balik helling ke
arah titik belakang.
Pada umumnya angka helling minus cenderung dibaca lebih kecil
daripada angka helling plus pada lereng yang sama (pada lereng lebih
dari 30 %, perbedaan bisa menjadi 2-3 % antara pembidikan ke bawah dan
pembidikan ke atas). Kesalahan pembacaan helling ini mengakibatkan error
vertikal yang cukup besar pada jalur yang panjang (terutama pada baseline
dengan panjang 3-5 km).
3. Jangan membiarkan alat kompas dan klino bersentuhan pada waktu
menggantung di leher. Letakkan dan simpan salah satunya di saku dada dan
biarkan yang lain menggantung di leher; atau atur agar panjang talinya
berbeda.
Perhitungan ketinggian titik-titik survei dengan komputer dan kalkulator
Kolum Data Formula komputer Formula
kalkulator
A, B, C, E Data lapangan dari tallysheet
D Klino_der ATAN(E6/100)*180/PI() ATAN(E6/100)
F Jarak_datar COS(D6*PI()/180)*C6 COSD6*C6
G D_elevation
Perbedaan elevasi
E6/100*F6=TAN(D6*PI()/180)*F6 E6/100*F6
H Ketinggian (elevasi) H5+G6 H5+G6
α°
Jarak datar a
Jarak lapangan c
b perbedaan tinggi
Tanα = b/a
b/a = kemiringan dalam bentuk %/100
misalnya 10 % = 0.1
a tan 0.1 = 5.71 derajat
(tan 5.71 der = 0.1)
b = tanα * a (=%/100 * a)
1